Di desa, kekuatan tidak selalu diukur dari besarnya modal uang, luasnya lahan, atau megahnya infrastruktur. Ada satu modal yang sering terlupakan, tetapi justru menjadi penopang kehidupan sehari-hari: modal sosial. Modal ini tidak tersimpan di bank, tidak tercatat dalam laporan keuangan, tetapi terasa dalam sikap saling percaya, kebiasaan gotong royong, dan solidaritas antarwarga.
Di Desa Kersik, modal sosial ini pernah menjadi nafas yang membuat masyarakat bertahan. Ketika ada keluarga yang menggelar hajatan, seluruh warga datang membantu. Ketika ada musibah, tetangga tanpa diminta akan hadir, memberi dukungan moril maupun materi. Modal sosial inilah yang membuat desa menjadi tempat yang hangat, meski penghasilan warga sederhana.
Gotong Royong: Tradisi yang Mulai Pudar?
Gotong royong adalah wujud paling nyata dari modal sosial. Namun, perlahan-lahan, nilai ini mulai bergeser. Dulu, membangun rumah bisa dilakukan dengan “sambatan”—warga datang membawa tenaga, kayu, atau makanan. Kini, banyak yang lebih memilih menyewa tukang. Dulu, saat ada acara besar, warga bergotong royong di dapur; sekarang, banyak yang menyerahkan pada jasa katering.
Perubahan ini tidak selalu buruk, karena mengikuti arus praktis kehidupan modern. Namun pertanyaannya: apakah kebersamaan ikut memudar bersama tradisi itu? Jika ya, maka pembangunan sosial harus mencari cara untuk menjaga agar lem perekat itu tetap kuat.
Kepercayaan sebagai Harta Tak Ternilai
Selain gotong royong, modal sosial juga tampak dalam rasa saling percaya. Di desa, banyak urusan bisa diselesaikan tanpa tanda tangan kontrak, cukup dengan kata dan genggaman tangan. Tetapi semakin lama, kepercayaan ini sering tergerus oleh rasa curiga, iri hati, atau bahkan politik yang memecah belah.
Tanpa kepercayaan, sulit membangun kebersamaan. Program pembangunan akan mudah gagal jika masyarakat tidak percaya pada pemimpinnya, atau jika antarwarga tidak lagi saling menghormati.
Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Modal sosial bukan hanya mempererat hubungan, tetapi juga bisa menjadi landasan ekonomi. Kelompok nelayan yang bekerja sama akan lebih kuat daripada nelayan yang berjalan sendiri. Koperasi yang berlandaskan kepercayaan bisa menolong warga keluar dari jeratan tengkulak. Pasar desa yang dikelola bersama bisa memberi manfaat lebih luas. Semua itu hanya mungkin jika ada rasa percaya dan kemauan untuk bekerja sama.
Refleksi untuk Desa Kersik
Desa Kersik mungkin tidak memiliki modal finansial sebesar kota, tetapi ia memiliki kekayaan dalam bentuk solidaritas dan kebersamaan. Inilah yang harus dijaga. Karena sekali modal sosial rusak, membangunnya kembali akan sangat sulit.
Mungkin inilah saatnya pembangunan sosial tidak hanya diukur dari jumlah proyek fisik, tetapi juga dari seberapa kuat rasa percaya antarwarga tetap hidup. Karena pembangunan sejati bukan hanya tentang membangun jalan, tetapi juga tentang membangun jalan hati antar manusia.
Modal sosial adalah lem yang merekatkan masyarakat. Ia yang membuat desa tetap utuh ketika badai datang, ketika ekonomi goyah, atau ketika perubahan sosial mengguncang. Tanpa modal sosial, pembangunan akan hancur oleh egoisme. Tetapi dengan modal sosial yang kuat, bahkan desa sederhana seperti Kersik bisa menjadi contoh bagaimana kebersamaan lebih kokoh daripada beton mana pun.