Merah Putih dan Jolly Roger: Simbol Mana yang Menghidupi Semangat Kita?

Di zaman ketika layar ponsel menjadi jendela utama melihat dunia, simbol-simbol pun berebut ruang dalam benak generasi muda. Belakangan ini, satu simbol mencuri perhatian: Jolly Roger, bendera bajak laut dari dunia fiksi One Piece. Tengkorak bertopi jerami itu berkibar di depan rumah, di kendaraan, bahkan di tiang yang biasanya didedikasikan untuk Merah Putih.

Fenomena ini lebih dari sekadar tren. Ini adalah pertanyaan besar: simbol mana yang hari ini benar-benar menghidupi semangat generasi kita—Merah Putih yang lahir dari darah pejuang, atau Jolly Roger yang tumbuh dari narasi petualangan imajinatif?

Simbol bukan hanya gambar. Ia membawa makna, membentuk perasaan, dan mengikat kesadaran kolektif. Merah Putih adalah lambang perjuangan, pengorbanan, dan tekad untuk merdeka. Di balik warnanya tersimpan napas para pahlawan—mereka yang melawan penjajahan bukan dengan senjata canggih, tapi dengan keyakinan bahwa manusia berhak atas martabat dan kebebasan.

Bandingkan dengan Jolly Roger, bendera bajak laut dari semesta anime. Ia melambangkan kebebasan tanpa batas, solidaritas antar kru, dan semangat menentang ketidakadilan. Nilai-nilai itu bukan musuh dari nasionalisme. Justru, mereka sejalan. Yang membedakan hanyalah konteks dan kedalaman pengorbanan.

Mengenang Cara Pahlawan Berpikir

Mari kita mundur sejenak, ke masa ketika tanah ini belum merdeka. Para pejuang kita bukanlah generasi yang punya kemewahan platform digital. Mereka hidup dalam tekanan, dalam ancaman senapan, dalam bayang-bayang penjara dan kematian. Tapi justru dalam kondisi itulah mereka membangun satu keyakinan: bahwa bangsa ini bisa berdiri sendiri, dan simbolnya adalah Merah Putih.

Apa yang ada di pikiran para pejuang saat itu?

  • Bahwa kemerdekaan bukan hadiah, tapi hak.
  • Bahwa simbol negara bukan ornamen, tapi pernyataan tentang siapa kita.
  • Bahwa setiap tetes darah adalah harga dari kedaulatan.

Kita membaca pidato Soekarno, Tan Malaka, Ki Hajar Dewantara—dan di situ kita temukan bagaimana mereka membayangkan bangsa ini: bukan sekadar lepas dari penjajahan fisik, tapi juga merdeka secara berpikir, bermartabat, dan berkebudayaan.

Itulah semangat yang mereka tanam dalam Merah Putih. Bukan bendera karena kewajiban, tapi karena keyakinan.

Lalu hari ini, ketika kita melihat Jolly Roger berkibar lebih semangat dibanding Merah Putih, pertanyaannya bukan “siapa yang salah”, tapi “apa yang hilang?”

Apakah Merah Putih sudah kehilangan makna emosionalnya? Apakah kita—para pendidik, pemimpin, dan orang tua—gagal menyalakan kembali makna simbol itu di hati anak-anak kita?

Mungkin, selama ini kita terlalu sibuk menjadikan Merah Putih sebagai alat formal: dikibarkan saat upacara, dijadikan tugas sekolah, atau sekadar dekorasi tahunan. Kita lupa bahwa ia adalah kisah hidup. Ia adalah bendera yang dikibarkan oleh mereka yang memilih mati daripada tunduk.

Sementara itu, Jolly Roger hadir dalam cerita yang menyentuh, penuh perjuangan personal, dan dialog yang menggugah. Ia tampil dalam layar kecil, setiap hari, tanpa upacara, tapi penuh rasa.

Ini bukan soal memilih: cinta negara atau suka anime. Keduanya bisa berdampingan.
Yang jadi masalah adalah ketika simbol imajinasi justru dirasa lebih “hidup” daripada simbol kenyataan kita. Ketika Merah Putih tidak lagi memberi semangat, dan Jolly Roger justru membakar jiwa.

Tantangannya adalah: bagaimana kita bisa menjadikan Merah Putih relevan kembali? Bukan sekadar lambang di tiang bambu, tapi api yang menyala dalam identitas generasi. Sebagaimana penulis telah meng-highlights di 7 Buku Nasionalisme yang Menghidupkan Semangat Kebangsaan – Jumadi

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:

  1. Bicarakan perjuangan sebagai kisah manusia, bukan sekadar fakta sejarah.
    Tampilkan bagaimana para pejuang itu takut, ragu, tapi tetap memilih melawan. Narasi itu harus emosional, bukan hanya informatif.
  2. Ajak anak muda mengekspresikan cinta tanah air dengan cara mereka.
    Boleh lewat desain, musik, film, bahkan konten digital yang memadukan Merah Putih dengan gaya visual modern.
  3. Hadirkan Merah Putih dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya seremonial.
    Di komunitas, di kegiatan sosial, di media sosial—jadikan ia simbol yang relevan dengan mimpi dan perjuangan masa kini.

Simbol Bukan Milik Masa Lalu

Merah Putih bukan milik masa lalu, tetapi tentang kita yang masih berjuang menjadi anak bangsa yang bermartabat.

Jolly Roger memang keren. Ia memberi ruang imajinasi, membakar semangat petualangan. Tapi Merah Putih bukan sekadar tentang mimpi. Ia adalah bukti bahwa mimpi bisa menjadi nyata, jika diperjuangkan.

Pertanyaannya hari ini bukan tentang bendera mana yang lebih populer.
Pertanyaannya adalah: simbol mana yang kita perjuangkan untuk tetap hidup?

Facebook
Twitter
LinkedIn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru