Antara Kebodohan Massa dan Banalitas Keburukan

Antara Kebodohan Massa dan Banalitas Keburukan
Antara Kebodohan Massa dan Banalitas Keburukan

Dalam sejarah manusia, kebodohan dan keburukan bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan sering berjalan beriringan. Dua gagasan besar dari pemikir berbeda zaman menggambarkan sisi rapuh manusia: Stupidity of the Herd, yang menekankan irasionalitas massa, dan Banalitas Keburukan, yang menunjukkan bagaimana orang biasa bisa menjadi pelaku kejahatan luar biasa hanya karena kepatuhan tanpa berpikir.

Keduanya mengingatkan kita bahwa ancaman terbesar peradaban sering bukan datang dari “monster” yang jahat, melainkan dari manusia biasa yang larut dalam arus atau tunduk pada sistem.

Stupidity of the Herd: Logika yang Hilang dalam Kerumunan

Stupidity of the Herd berakar dari gagasan Gustave Le Bon dalam The Crowd (1895) dan diperkuat oleh refleksi Carlo Cipolla. Ia menekankan bahwa ketika orang masuk dalam kerumunan, akal sehat individual menghilang. Identitas pribadi larut dalam “jiwa kolektif” yang emosional, impulsif, dan mudah digerakkan.

Di Nusantara, kita bisa melihat contohnya dalam tragedi 1965, kerusuhan Mei 1998, hingga perburuan dukun santet di Jawa. Individu yang mungkin sehari-hari rasional bisa berubah menjadi pelaku kekerasan ketika hanyut dalam logika massa.

Bahaya utama kebodohan massa adalah kehilangan refleksi: orang bertindak karena “semua orang melakukannya,” bukan karena ia percaya itu benar.

Banalitas Keburukan: Kejahatan yang Lahir dari Kepatuhan

Berbeda dengan kebodohan massa yang lahir dari kerumunan emosional, banalitas keburukan muncul dalam ruang birokrasi yang dingin. Hannah Arendt menemukannya saat menyaksikan persidangan Adolf Eichmann. Ia melihat bahwa Eichmann bukanlah monster haus darah, melainkan seorang pegawai patuh, yang merasa “hanya menjalankan perintah.”

Di sinilah letak bahayanya: keburukan lahir bukan dari niat jahat, melainkan dari ketiadaan refleksi moral. Seseorang yang berhenti berpikir, menyerahkan nuraninya pada sistem, bisa menjadi bagian dari kejahatan besar tanpa merasa bersalah.

Benang Merah: Hilangnya Refleksi Individu

Meski lahir dari konteks berbeda, keduanya memiliki inti yang sama: keburukan terjadi ketika manusia berhenti berpikir.

  • Dalam kebodohan massa, refleksi hilang karena individu larut dalam arus mayoritas.
  • Dalam banalitas keburukan, refleksi hilang karena individu tunduk pada aturan dan birokrasi.

Kedua fenomena ini memperlihatkan bahwa manusia bukan hanya bisa menjadi bodoh atau jahat secara individual, tetapi juga secara struktural dan kolektif.

Bahaya Kontemporer: Massa Digital dan Birokrasi Teknologi

Di era digital, kedua teori ini saling bertemu:

  1. Stupidity of the Herd Digital
    1. Viral hoaks, serangan netizen, atau polarisasi politik di media sosial menunjukkan bagaimana kerumunan online bisa kehilangan akal sehat.
    1. “Like” dan “share” menggantikan refleksi kritis.
  2. Banalitas Keburukan dalam Teknologi
    1. Para pembuat algoritma, insinyur, atau birokrat teknologi bisa berkata, “saya hanya menulis kode.”
    1. Namun keputusan mereka menentukan bagaimana jutaan orang terpapar misinformasi, diskriminasi, bahkan kekerasan digital.

Ketika keduanya bertemu — massa digital yang emosional dan sistem birokrasi/teknologi yang dingin — maka lahirlah kebodohan sekaligus keburukan dalam skala global.

Menolak Arus, Menolak Patuh Buta

Perbandingan ini mengajarkan kita satu hal: ancaman terbesar bukan datang dari segelintir penjahat, tetapi dari manusia biasa yang berhenti berpikir.

Tugas kita adalah menjaga akal, baik di tengah kerumunan maupun di dalam sistem.

  • Menolak ikut-ikutan hanya karena mayoritas.
  • Menolak patuh buta hanya karena aturan.
  • Berani bertanya: apakah ini adil, apakah ini benar?

Karena berpikir adalah bentuk perlawanan paling mendasar. Dan mungkin, di dunia yang penuh kerumunan emosional dan birokrasi tanpa jiwa, berpikir kritis adalah satu-satunya jalan menjaga kemanusiaan.

Facebook
Twitter
LinkedIn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru