Teknologi: Siapa yang Tertinggal?

Bab 8 – Teknologi Siapa yang Tertinggal
Bab 8 – Teknologi Siapa yang Tertinggal

Di era sekarang, teknologi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dari kota besar hingga desa-desa pesisir seperti Kersik, ponsel pintar sudah hampir ada di setiap rumah. Anak-anak menggunakan gawai untuk belajar sekaligus bermain, para nelayan menggunakan aplikasi cuaca untuk memprediksi gelombang laut, dan para ibu memanfaatkan media sosial untuk berjualan hasil olahan atau kue tradisional.

Teknologi memang membuka peluang besar. Ia mempercepat komunikasi, memperluas pasar, bahkan memberi akses pada pengetahuan yang dulu jauh dari jangkauan. Tetapi pertanyaan pentingnya adalah: apakah semua orang di Desa Kersik benar-benar bisa menikmati manfaat teknologi ini? Atau justru ada yang tertinggal?

Peluang yang Dibawa Teknologi

Teknologi bisa menjadi sahabat bagi masyarakat desa. Nelayan bisa mengetahui informasi harga ikan di pasar kota tanpa harus pergi jauh. Petani bisa belajar teknik bercocok tanam baru dari video singkat. Anak-anak sekolah bisa belajar materi tambahan dari internet. Bahkan ibu rumah tangga bisa membuka usaha kecil secara daring.

Jika digunakan dengan bijak, teknologi dapat menjadi jembatan antara Desa Kersik dengan dunia luar. Jembatan yang memungkinkan desa kecil di pesisir Kalimantan Timur untuk dikenal, dihargai, dan bahkan bersaing secara global.

Kesenjangan Digital di Desa

Namun kenyataannya, tidak semua orang bisa mengakses teknologi dengan mudah. Harga kuota masih dianggap mahal bagi sebagian keluarga. Dan yang lebih penting, tidak semua orang bisa menggunakan teknologi dengan terampil.

Generasi muda mungkin cepat beradaptasi, tetapi bagaimana dengan generasi tua? Banyak orang tua di desa yang masih bingung menggunakan ponsel pintar. Ada nelayan yang lebih percaya pada firasat dan tanda alam daripada aplikasi cuaca karena mereka tidak terbiasa membaca layar digital. Ada pula ibu-ibu yang ingin berjualan secara online, tetapi tidak tahu bagaimana cara membuat akun atau mengelola pesanan.

Di sinilah kesenjangan muncul: teknologi bisa mempercepat pembangunan, tetapi juga bisa meninggalkan mereka yang tidak siap.

Teknologi sebagai Alat, Bukan Pengganti

Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa teknologi hanyalah alat. Ia tidak bisa menggantikan nilai-nilai dasar masyarakat desa: gotong royong, kebersamaan, dan rasa saling percaya. Media sosial bisa mempertemukan banyak orang, tetapi tidak bisa menggantikan hangatnya musyawarah di kantor desa. Aplikasi pesan bisa mempercepat komunikasi, tetapi tidak bisa menggantikan senyum tulus ketika berjumpa langsung.

Pembangunan sosial harus bijak dalam memanfaatkan teknologi. Bukan sekadar menghadirkan sinyal internet, tetapi juga mendampingi masyarakat agar bisa menggunakannya dengan benar, adil, dan bermanfaat.

Refleksi untuk Desa Kersik

Bagi Desa Kersik, pertanyaannya bukan lagi apakah teknologi akan hadir, tetapi bagaimana ia hadir. Apakah ia akan menjadi sahabat yang membantu, atau justru tembok baru yang memisahkan antara mereka yang bisa mengikuti dan mereka yang tertinggal?

Teknologi seharusnya digunakan untuk memperkuat masyarakat desa, bukan membuatnya tercerabut dari akar. Nelayan tetaplah nelayan, petani tetaplah petani, tetapi dengan teknologi, mereka bisa lebih berdaya.

Teknologi adalah pedang bermata dua. Ia bisa membuka jalan bagi kemajuan, tetapi juga bisa memperlebar jurang kesenjangan. Di Desa Kersik, teknologi harus dipandang sebagai jembatan, bukan penghalang; sebagai alat untuk memperkuat, bukan melemahkan.

Karena pada akhirnya, pembangunan sosial adalah ketika semua orang bisa berjalan bersama, tanpa ada yang tertinggal di belakang—baik di dunia nyata maupun di dunia digital.

Facebook
Twitter
LinkedIn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru