Di Desa Kersik, kehidupan sehari-hari selalu berputar di sekitar laut, sawah, kebun dan warung. Nelayan berangkat sebelum fajar, menantang ombak untuk membawa pulang ikan segar. Petani menyiangi tanaman di bawah panas matahari, berharap hujan datang tepat waktu. Sementara sebagian warga lain berdagang kecil-kecilan di pasar desa, menjual hasil bumi, ikan asin, atau kerajinan tangan sederhana. Semua aktivitas ini membentuk denyut nadi ekonomi desa.
Tetapi ekonomi di desa pesisir seperti Kersik bukan hanya soal uang yang berputar. Ia adalah tentang keberdayaan, tentang kemandirian, tentang bagaimana sebuah komunitas bisa berdiri tegak di atas kekuatan sendiri.
Ekonomi yang Bertumpu pada Komunitas
Ekonomi komunitas adalah ekonomi yang tumbuh dari bawah, dari akar rumput, dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan dikelola secara bersama. Bentuknya bisa berupa koperasi, kelompok nelayan, kelompok tani, atau usaha mikro yang dikelola keluarga.
Di Desa Kersik, semangat ini sebenarnya sudah ada. Misalnya, ketika nelayan bekerja sama menarik jaring besar, atau ketika petani berbagi alat dan tenaga saat musim tanam. Namun sering kali, kerja sama ini berhenti di level tradisi, belum berkembang menjadi sistem ekonomi yang kokoh. Banyak warga masih bergantung pada tengkulak untuk menjual hasil laut atau panen, sehingga harga sering tidak adil.
Tantangan Ekonomi Desa Pesisir
Ada beberapa tantangan nyata yang dihadapi warga Kersik:
- Ketergantungan pada tengkulak. Nelayan dan petani sering tidak punya akses langsung ke pasar besar.
- Kurangnya modal. Usaha kecil sulit berkembang karena minimnya pengetahuan terkait akses perbankan atau koperasi.
- Minim inovasi. Hasil laut dan hasil bumi sering dijual mentah tanpa diolah lebih lanjut, sehingga nilai tambah hilang.
- Generasi muda yang enggan bertahan. Banyak anak muda memilih pergi ke kota karena merasa desa tidak memberi peluang ekonomi yang menjanjikan.
Gotong Royong sebagai Basis Ekonomi
Pembangunan sosial harus memulihkan semangat gotong royong dalam bidang ekonomi. Bayangkan jika nelayan di Kersik bergabung kedalam koperasi/bumdes desa: mereka bisa membeli peralatan bersama, menjual hasil tangkapan dengan harga lebih baik, bahkan mengolah sebagian hasil laut menjadi produk bernilai tinggi. Atau jika kelompok tani bisa bekerja sama mengolah hasil bumi menjadi produk lokal yang siap dipasarkan lebih luas.
Ekonomi komunitas bukan hanya soal keuntungan, tetapi juga soal solidaritas: memastikan tidak ada yang tertinggal, memastikan keuntungan tidak hanya dinikmati segelintir orang, tetapi dirasakan seluruh warga.
Refleksi untuk Desa Kersik
Membangun dari akar rumput berarti percaya pada kekuatan desa itu sendiri. Desa Kersik tidak harus menunggu investor besar datang, tetapi bisa mulai dari hal-hal sederhana: koperasi/bumdes, kelompok tani/nelayan, usaha mikro perempuan, atau pelatihan keterampilan bagi anak muda.
Dengan cara ini, pembangunan sosial menjadi nyata: bukan program dari atas, tetapi gerakan dari bawah. Bukan sekadar proyek singkat, tetapi langkah jangka panjang yang memberi kemandirian.
Ekonomi komunitas adalah jantung kemandirian desa. Tanpa ekonomi yang berdaya, pembangunan sosial akan rapuh, karena masyarakat akan terus bergantung pada pihak luar. Tetapi dengan ekonomi yang tumbuh dari akar rumput, Desa Kersik bisa menjadi desa yang bukan hanya hidup, tetapi juga berkembang, mandiri, dan membanggakan.
Karena membangun desa bukan hanya soal memberi bantuan, tetapi memberi ruang agar warganya bisa berdaya atas kekuatan sendiri.