Keadilan sosial selalu menjadi cita-cita besar dalam setiap pembangunan. Bahkan dalam dasar negara kita, sila kelima Pancasila menyebutkannya dengan jelas: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Tetapi sering kali, keadilan itu hanya terdengar indah di atas kertas, sementara di lapangan, ia masih menjadi janji yang belum sepenuhnya ditepati.
Di Desa Kersik, keadilan sosial bisa terlihat dari hal-hal sederhana. Misalnya, apakah semua warga mendapat akses yang sama ke layanan kesehatan di pusban? Apakah anak-anak nelayan punya kesempatan yang sama untuk sekolah tinggi seperti anak-anak dari keluarga yang lebih mampu? Apakah petani kecil mendapat harga yang adil untuk hasil panennya, ataukah mereka masih terjepit oleh tengkulak dan permainan pasar?
Ketidakadilan yang Sering Tersembunyi
Ketidakadilan tidak selalu tampak jelas. Ia bisa tersembunyi dalam kebijakan yang tampak netral, tetapi hanya menguntungkan sebagian pihak. Misalnya, bantuan sosial yang seharusnya merata, kadang tidak sampai ke mereka yang paling membutuhkan. Atau pembangunan infrastruktur yang lebih fokus ke wilayah yang mudah dijangkau, sementara dusun-dusun terpencil masih harus bersabar dengan jalan berlumpur.
Di desa pesisir seperti Kersik, ketidakadilan juga mungkin terasa bagi warganya. Contohnya para nelayan bekerja keras berjam-jam melawan ombak, tetapi hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara pihak lain yang memiliki modal lebih besar bisa mendapatkan keuntungan berlipat ganda.
Keadilan sebagai Rasa, Bukan Sekadar Aturan
Keadilan sosial bukan hanya soal aturan tertulis atau angka dalam laporan pemerintah. Ia adalah rasa yang dirasakan masyarakat: rasa diperlakukan sama, rasa dihargai, rasa tidak ditinggalkan.
Seorang ibu di Kersik mungkin tidak tahu detail kebijakan pusat, tetapi ia bisa merasakan apakah ia mendapat pelayanan kesehatan dengan adil atau tidak. Seorang petani mungkin tidak paham jargon ekonomi makro, tetapi ia tahu ketika jerih payahnya dihargai rendah. Anak-anak desa mungkin tidak mengerti politik, tetapi mereka sadar ketika fasilitas belajar di sekolah mereka jauh tertinggal dibanding sekolah di kota.
Janji yang Harus Ditepati
Janji keadilan sosial adalah janji untuk menghadirkan pembangunan yang tidak meninggalkan siapa pun. Ini berarti:
- Anak-anak dari keluarga nelayan dan petani harus bisa bermimpi setinggi anak-anak kota.
- Lansia dan difabel harus merasakan pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi.
- Perempuan desa harus punya ruang yang sama untuk berkontribusi dalam pembangunan.
- Generasi muda harus melihat bahwa desa mereka juga bisa menjadi tempat untuk membangun masa depan, bukan sekadar batu loncatan untuk pergi ke kota.
Refleksi untuk Desa Kersik
Keadilan sosial di Desa Kersik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga warga desa sendiri. Apakah kita sudah memperlakukan tetangga dengan adil? Apakah kita memberi ruang yang sama bagi yang lemah? Apakah kita mau berbagi ketika ada yang kesulitan, ataukah kita sibuk dengan urusan masing-masing?
Pembangunan sosial sejati bukan hanya tentang fasilitas, tetapi tentang rasa keadilan yang merata. Karena keadilan adalah fondasi: tanpa keadilan, pembangunan hanya akan melahirkan kecemburuan, kekecewaan, dan perpecahan. Tetapi dengan keadilan, pembangunan bisa melahirkan harapan, kebersamaan, dan masa depan yang lebih kokoh.
Desa Kersik—seperti banyak desa lain di Indonesia—menginginkan pembangunan yang bukan hanya menghias jalan dan bangunan, tetapi juga menghadirkan rasa adil di hati warganya. Sebab keadilan bukanlah hadiah, melainkan hak setiap manusia. Dan hanya dengan menepati janji ini, pembangunan sosial akan benar-benar menemukan maknanya.