Rhenald Kasali, seorang akademisi dan pemikir perubahan, sering menekankan bahwa kepemimpinan sejati tidak hanya diukur dari visi atau strategi, tetapi juga dari kepekaan sosial. Dalam berbagai bukunya, ia mengingatkan bahwa sebuah bangsa atau organisasi akan maju jika para pemimpinnya mampu mendengar suara masyarakat, peka terhadap kebutuhan, dan berani menuntun perubahan.
Bagi Rhenald, seorang pemimpin yang kehilangan kesadaran sosial akan mudah terjebak dalam ego, angka, dan formalitas, tetapi lupa akan manusia yang dipimpinnya. Kesadaran sosial menjadi kunci agar kepemimpinan tidak berubah menjadi kekuasaan yang dingin.
Dalam renungan ini, saya melihat bahwa kesadaran sosial dalam kepemimpinan bukan sekadar empati personal, melainkan tanggung jawab kolektif: memastikan bahwa kebijakan dan keputusan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
Rhenald Kasali sering mengingatkan tentang pentingnya change mindset. Dunia selalu berubah, dan hanya mereka yang sadar sosial yang bisa membawa orang lain melewati perubahan itu dengan bijak. Pemimpin yang peka adalah mereka yang tidak hanya melihat data, tetapi juga membaca keresahan, harapan, dan aspirasi masyarakat.
Dari sudut ini, kesadaran sosial bukan sekadar rasa peduli, tetapi juga keahlian strategis: kemampuan membaca arah perubahan dari denyut nadi masyarakat.
Bangsa yang Tumbuh dari Kesadaran Sosial
Dalam konteks Indonesia, Rhenald menekankan bahwa masyarakat kita sangat majemuk. Keberagaman ini bisa menjadi kekuatan jika ada kesadaran sosial, tetapi bisa pula menjadi sumber konflik jika abai. Oleh karena itu, kesadaran sosial harus menjadi fondasi kepemimpinan, baik di tingkat keluarga, organisasi, maupun negara.
Saat merenungkan gagasan Rhenald Kasali, saya teringat bahwa kepemimpinan tidak selalu berarti jabatan tinggi. Bahkan dalam lingkup kecil—keluarga, komunitas, atau tim kerja—kita pun berperan sebagai pemimpin. Saya pernah mengalami situasi di mana anggota tim saya kesulitan beradaptasi dengan perubahan tugas. Awalnya saya tergoda untuk menekan dengan target. Tetapi ketika saya mencoba mendengarkan keresahannya, saya menemukan bahwa ia tidak menolak perubahan, ia hanya butuh bimbingan.
Kesadaran sosial di momen itu mengubah pendekatan saya: dari menekan menjadi mendampingi.
Rhenald Kasali mengajarkan bahwa kepemimpinan tanpa kesadaran sosial hanyalah kekuasaan kosong. Kepemimpinan yang sejati lahir dari keberanian untuk hadir, mendengar, dan menuntun orang lain menghadapi perubahan.
Maka, kesadaran sosial bukan hanya etika personal, melainkan jiwa kepemimpinan yang menentukan arah masa depan. Sebab, seorang pemimpin sejati adalah ia yang mampu berkata: “Saya ada bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk kita semua.”