Perahu Hijau di Pantai Biru: Jejak Nelayan, Cerita Wisata dari Desa Kersik

Perahu Hijau di Pantai Biru Jejak Nelayan Cerita Wisata dari Desa Kersik
Perahu Hijau di Pantai Biru Jejak Nelayan Cerita Wisata dari Desa Kersik

Air sedang surut ketika saya tiba di Pantai Biru Kersik. Di kejauhan, deretan pohon cemara membingkai pantai, dan di depan mata saya—sebuah perahu kayu bercat hijau terang dengan haluan merah, beristirahat di atas pasir lembap. Tali yang mengikatnya menaut pada pohon mangrove muda, seolah sang perahu sedang memeluk daratan sebelum kembali menantang ombak.
Ini bukan sekadar perahu. Bagi warga Desa Kersik, inilah saksi bisu kehidupan nelayan, tempat harapan dititipkan, dan belakangan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Desa Kersik, di pesisir Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, bukan lagi sekadar kampung nelayan. Sejak ditetapkan sebagai Desa Wisata pada 2025, desa ini mengubah wajahnya menjadi gerbang menuju berbagai pengalaman laut: snorkeling, diving, wisata mangrove, hingga fishing trip yang menggunakan perahu nelayan asli seperti yang ada di depan saya.
Perahu ini sering disewa para pemancing dari luar daerah. Terkadang mereka berangkat pagi atau sore hari, mengejar tenggiri dan kakap merah di rumpon para nelayan, lalu kembali keesokan hari dengan wajah penuh puas—entah karena hasil tangkapan, atau sekadar karena pelarian dari hiruk pikuk kota.

Pantai Biru Kersik kini menjadi primadona Kalimantan Timur. Dermaga ulin sepanjang +300 meter menjadi jalur favorit pengunjung untuk berjalan di atas laut. Saat malam, lampu-lampu di dermaga memantulkan cahaya ke permukaan air, menciptakan panorama romantis.
Namun, bagi para penggemar fotografi, pemandangan saat air surut seperti pagi ini adalah surga tersendiri—perahu yang terdampar sementara di antara pasir, akar mangrove, dan garis horizon menjadi komposisi alami yang tak terduplikasi.

Keindahan Pantai Biru tak datang begitu saja. Abrasi yang menggerus pantai hingga 5–10 meter per tahun menjadi tantangan serius. Warga, pemerintah desa, pemerintah daerah, perusahaan (PHKT), komunitas sahabat mangrove dan kelompok sadar wisata bekerja sama menanam mangrove, membangun geobag pemecah gelombang, turap penahan abrasi dan memasang “apartemen ikan” untuk menjaga ekosistem.
Perahu-perahu seperti ini bukan hanya alat mencari nafkah, tapi juga simbol hubungan harmonis antara manusia dan lautnya.

Kalau suatu hari kamu datang ke Pantai Biru, carilah perahu yang sejenis ini di sungai atau tepi pantai saat air surut. Ambil waktumu untuk mengamati detail kayunya, mendengar kisah dari pemiliknya, atau bahkan menyewanya untuk memancing di laut lepas.
Karena di Desa Kersik, wisata bukan hanya soal melihat, tapi juga soal merasakan kehidupan pesisir—dari pasir yang menghangat di kaki, aroma garam laut di udara, hingga getaran mesin perahu yang siap mengantarmu pada cerita baru di laut biru.

Facebook
Twitter
LinkedIn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru