Menata Ulang Peran RT dalam Pembangunan Desa: Refleksi dari Bimtek 7 Agustus

Tanggal 7 Agustus 2025 akan selalu saya kenang bukan hanya sebagai hari pelatihan, tapi sebagai momentum perubahan cara pandang. Di sebuah ruang pertemuan Grand Verona Hotel Samarinda yang hangat namun serius, para pengurus RT dari desa Kersik, Desa Semangko, dan para pendamping desa—bertemu dalam sebuah Bimbingan Teknis (Bimtek) yang tak sekadar formalitas. Bagi saya, itu adalah forum belajar sekaligus ruang kontemplasi: ke mana arah pembangunan desa akan kita bawa, dan sejauh mana RT kita mampu memimpin di garda terdepan?

Selama bertahun-tahun, saya menyaksikan RT seringkali hanya dijadikan pelengkap administrasi, dianggap sebagai ‘petugas lapangan’ dari kebijakan desa atau kabupaten. Mereka yang mendata, menyampaikan undangan, menempelkan selebaran, namun jarang diajak bicara dalam perencanaan. Di Bimtek ini, saya merasa paradigma itu mulai digoyang.

Saya melihat semangat yang berbeda. Ketika pemateri menjelaskan tentang peran strategis RT sebagai mitra pembangunan, bukan sekadar pelaksana, saya melihat sorot mata para pengurus RT yang berubah. Ada rasa diakui, bahkan dihargai. Bagi mereka, mungkin ini kali pertama mendengar bahwa apa yang mereka lakukan bukan hanya “membantu desa”, tapi menjadi ujung tombak perubahan itu sendiri. Selama ini kita terlalu sibuk menyusun program tahunan, laporan pertanggungjawaban, menggenapi prosedur. Tapi pernahkah kita bertanya: apakah semua ini membawa dampak nyata bagi warga?

Melalui diskusi, terdengar suara para ketua RT: tentang sulitnya menggerakkan warga, tentang keterbatasan anggaran, bahkan tentang rasa tidak percaya diri dalam menghadapi birokrasi. Namun dari celah-celah kesulitan itu, saya justru melihat potensi besar. Mereka tahu masalah warganya dengan rinci. Mereka memahami siapa yang sakit, siapa yang perlu dibantu, siapa yang harus dibangkitkan semangatnya. Bukankah itu yang seharusnya menjadi dasar pembangunan?

Hari itu saya belajar satu hal penting: pembangunan desa tak cukup dengan data dan rencana kerja. Ia perlu empati. Dan RT adalah aktor empati paling dekat dengan warga. Jika kita mampu membekali RT dengan pemahaman, kepercayaan, dan ruang untuk bergerak, maka kita sedang menanamkan semangat pembangunan dari akar yang paling dalam.

“Dan semua itu, dimulai dari RT”

Saya kembali ke Desa Kersik dengan semangat baru. Tidak lagi melihat RT sebagai unit kecil yang harus diberi instruksi, tapi sebagai mitra sejajar yang perlu diajak dialog. Saya ingin RT-RT di desa saya menjadi pemimpin lingkungan yang punya visi, bukan hanya pelaksana teknis.

Bimtek ini mungkin hanya berlangsung sehari atau dua hari, tapi resonansinya masih saya rasakan hingga sekarang. Ini bukan tentang anggaran atau pelaporan, tapi tentang menyadari bahwa kita bisa, dan harus, mengubah cara kita membangun desa. Dari instruksi menjadi kolaborasi. Dari tugas menjadi kepercayaan. Dari prosedur menjadi perubahan.

Facebook
Twitter
LinkedIn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru